Mencari Istri yang Soleha

Pagi ini seorang teman tagged aku di sebuah note di account facebooknya. Sebuah cerita tentang pernikahan. Ini membuatku sedikit merenung. Sebetulnya seperti apakah istri idaman itu. Selama ini aku selalu beranggapan bahwa istri idaman itu adalah seorang yang cantik, pintar memasak dan penyanyang. Setelah membaca kisah ini aku baru tersadar ternyata ada hal terpenting yang kulupakan yaitu kriteria iman. Seorang istri yang soleha itulah perhiasan terbaik dunia, pendamping hidup untuk beribadah mengharap ridho Allah SWT.

Pernah aku menanyakan hal ini kepada temanku, di mana kita bisa menemukan pendamping hidup yang soleha? Temanku menjawab yang pasti bukan di diskotik atau club malam. Aku jadi teringat seorang ulama pernah membahas hal ini " beliau memberiakan sebuah perumpamaan ..."kalau ingin membeli bunga ya datanglah ke toko bunga kalau ingin membeli sayur datanglah ke toko sayur"

Rejeki, jodoh, hidup dan mati hanyalah Allah yang mengetahuinya. Tapi kita juga harus berusaha untuk memperoleh ridho dariNya. Seorang sahabat memberi saran jika ingin mendapat istri yang soleha terlebih dulu aku harus memperbaiki diri. Berubah menjadi lebih baik. Karena sebagai seorang laki-laki aku adalah imam bagi keluarga kelak. Dan amanah sebagai seorang imam keluarga harus dibekali dengan ilmu agama yang cukup, karena dengan menjadi imam berarti kita harus siap mempertanggungjawabkan apa yang kita imami.

Di bawah ini cuplikan note temanku..

KISAH SEBUAH PERNIKAHAN


Hari pernikahanku. Hari yang paling bersejarah dalam hidup. Seharusnya
saat itu aku menjadi makhluk yang paling berbahagia. Tapi yang aku rasakan
justru rasa haru biru. Betapa tidak. Di hari bersejarah ini tak ada
satupun sanak saudara yang menemaniku ke tempat mempelai wanita. Apalagi ibu.
Beliau yang paling keras menentang perkawinanku.
Masih kuingat betul perkataan ibu tempo hari, "Jadi juga kau nikah sama
'buntelan karung hitam' itu ....?!?"
Duh......, hatiku sempat kebat-kebit mendengar ucapan itu. Masa calon
istriku disebut 'buntelan karung hitam'.
"Kamu sudah kena pelet barangkali Yanto. Masa suka sih sama gadis hitam,
gendut dengan wajah yang sama sekali tak menarik dan cacat kakinya. Lebih
tua beberapa tahun lagi dibanding kamu !!" sambung ibu lagi.
"Cukup Bu! Cukup! Tak usah ibu menghina sekasar itu. Dia kan ciptaan
Allah. Bagaimana jika pencipta-Nya marah sama ibu...?" Kali ini aku terpaksa
menimpali ucapan ibu dengan sedikit emosi. Rupanya ibu amat tersinggung
mendengar ucapanku.
"Oh.... rupanya kau lebih memillih perempuan itu ketimbang keluargamu.
baiklah Yanto. Silahkan kau menikah tapi jangan harap kau akan dapatkan
seorang dari kami ada di tempatmu saat itu. Dan jangan kau bawa perempuan
itu ke rumah ini !!"
DEGG !!!!



"Yanto.... jangan bengong terus. Sebentar lagi penghulu tiba," teguran
Ismail membuyarkan lamunanku.
Segera kuucapkan istighfar dalam hati.
"Alhamdulillah penghulu sudah tiba. Bersiaplah ...akhi," sekali lagi
Ismail memberi semangat padaku.
"Aku terima nikahnya, kawinnya Shalihah binti Mahmud almarhum dengan mas
kawin seperangkat alat sholat tunai !" Alhamdulillah lancar juga aku
mengucapkan aqad nikah.
"Ya Allah hari ini telah Engkau izinkan aku untuk meraih setengah dien.
Mudahkanlah aku untuk meraih sebagian yang lain."

Dikamar yang amat sederhana. Di atas dipan kayu ini aku tertegun lama.
Memandangi istriku yang tengah tertunduk larut dalam dan diam. Setelah
sekian lama kami saling diam, akhirnya dengan membaca basmalah dalam hati
kuberanikan diri untuk menyapanya.
"Assalamu'alaikum .... permintaan hafalan Qur'annya mau di cek kapan
De'...?" tanyaku sambil memandangi wajahnya yang sejak tadi disembunyikan
dalam tunduknya. Sebelum menikah, istriku memang pernah meminta malam
pertama hingga ke sepuluh agar aku membacakan hafalan Qur'an
tiap malam satu juz. Dan permintaan itu telah aku setujui. "Nanti saja
dalam qiyamullail," jawab istriku, masih dalam tunduknya. Wajahnya yang
berbalut kerudung putih, ia sembunyikan dalam-dalam. Saat kuangkat
dagunya, ia seperti ingin menolak. Namun ketika aku beri isyarat bahwa aku
suaminya dan berhak untuk melakukan itu , ia menyerah.
Kini aku tertegun lama. Benar kata ibu ..bahwa wajah istriku 'tidak
menarik'. Sekelebat pikiran itu muncul ....dan segera aku mengusirnya.
Matanya berkaca-kaca menatap lekat pada bola mataku.
"Bang, sudah saya katakan sejak awal ta'aruf, bahwa fisik saya seperti
ini. Kalau Abang kecewa, saya siap dan ikhlas. Namun bila Abang tidak menyesal
beristrikan saya, mudah-mudahan Allah memberikan keberkahan yang banyak
untuk Abang. Seperti keberkahan yang Allah limpahkan kepada Ayahnya Imam
malik yang ikhlas menerima sesuatu yang tidak ia sukai pada istrinya.
Saya ingin mengingatkan Abang akan firman Allah yang dibacakan ibunya Imam
Malik pada suaminya pada malam pertama pernikahan mereka," ...
Dan bergaullah dengan mereka (istrimu) dengat patut (ahsan). Kemudian
bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak
menyukai sesuatu, padahal Allah menjanjikan padanya kebaikan yang
banyak."
(QS An-Nisa:19)
Mendengar tutur istriku, kupandangi wajahnya yang penuh dengan air mata
itu lekat-lekat. Aku teringat kisah suami yang rela menikahi seorang wanita
yang memiliki cacat itu. Dari rahim wanita itulah lahir Imam Malik, ulama
besar ummat Islam yang namanya abadi dalam sejarah.
"Ya Rabbi aku menikahinya karena Mu. Maka turunkanlah rasa cinta dan
kasih sayang milikMu pada hatiku untuknya. Agar aku dapat mencintai dan
menyayanginya dengan segenap hati yang ikhlas."
Pelan kudekati istriku. Lalu dengan bergetar, kurengkuh tubuhya dalam
dekapku. Sementara, istriku menangis tergugu dalam wajah yang masih
menyisakan segumpal ragu.
"Jangan memaksakan diri untuk ikhlas menerima saya, Bang. Sungguh... saya
siap menerima keputusan apapun yang terburuk," ucapnya lagi.
"Tidak...De'.
Sungguh sejak awal niat Abang menikahimu karena Allah.
Sudah teramat bulat niat itu. Hingga Abang tidak menghiraukan ketika
seluruh keluarga memboikot untuk tak datang tadi pagi," paparku sambil
menggenggam erat tangannya.

Malam telah naik ke puncaknya pelan-pelan. Dalam lengangnya bait-bait
do'a kubentangkan pada Nya.
"Robbi, tak dapat kupungkiri bahwa kecantikan wanita dapat mendatangkan
cinta buat laki-laki. Namun telah kutepis memilih istri karena rupa yang
cantik karena aku ingin mendapatkan cinta-Mu. Robbi saksikanlah malam ini
akan kubuktikan bahwa cinta sejatiku hanya akan kupasrahkan pada-Mu.
Karera itu, pertemukanlah aku dengan-Mu dalam Jannah-Mu !"
Aku beringsut menuju pembaringan yang amat sederhana itu. Lalu kutatap
raut wajah istriku denan segenap hati yang ikhlas. Ah, .. sekarang aku
benar-benar mencintainya. Kenapa tidak? Bukankah ia wanita sholihah
sejati. Ia senantiasa menegakkan malam-malamnya dengan munajat panjang pada-Nya.
Ia senantiasa menjaga hafalan KitabNya. Dan senantiasa melaksanakan shoum
sunnah Rasul Nya. "...dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah
tandingan-tandingan selain Allah. Mereka mencintainya sebagaimana mereka
mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya
pada Allah ..." (QS. al-Baqarah:165)


=========================================

Ya Allah sesungguhnya aku ini lemah , maka kuatkanlah aku dan aku ini
hina maka muliakanlah aku
dan aku fakir maka kayakanlah aku wahai Dzat yang maha Pengasih

sumber:http://cerpenislami.blogspot.com/2006/09/kisah-sebuah-pernikahan.html

Semoga bermanfaat thank you Taufik.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

1 komentar:

rafi mengatakan...

Subhanallah walhamdulillah wa la ilaha illallahu wa llahu akbar.. :)

Posting Komentar